Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Friday, July 17, 2015

Perfect
















        Secara kebetulan, negara Indonesia memiliki penduduk mayoritas muslim, dan kebetulan sejarah mencatat, toleransi berkembang sangat subur pada 800 tahun kejayaan islam. Bagaimana Umar bin Khattab, penakluk Jerussalem pertama membuat deklarasi “tanah ini milik semua, siapa yang berpegang pada agama lama akan kami lindungi, tidak akan ada gereja maupun sinagog yang dihancurkan”, dan diteruskan oleh Shalahuddin tidak bisa disamakan dengan yang dilakukan Isabella-Alfonso, “jika kalian ingin hidup makanlah babi, ingkari tuhan kalian, dan pajang daging babi di depan rumah kalian”. Kisah Imaduddin Zanki sang pahlawan bermental baja, mungkin tidak sehebat dogeng Raja Arthur, tetapi jelas lebih baik dari Reynald de Chattilon dan ksatria templar, yang merampok para jemaah haji, dan berbuat lucah di jalur madinah-mekkah. Sejarah mencatat, 3 agama langit, hidup damai dan saling mengasihi di bawah kepemimpinan, di bawah masyarakat muslim. Kebetulan yang terlalu jujur bila di ingkari.

   Kebetulan indonesia juga memiliki mayoritas muslim cukup besar, kebetulan juga indonesia memiliki sejarah sama, dan kebetulan indonesia juga menghadapi kebutaan sejarah yang sama, jadi, secara kebetulan, seolah pahlawan adalah pecundang, dan pembantai adalah pahlawan. Peperangan dengan spanyol, portugis, dan belanda, dipimpin oleh nama-nama seperti Sultan Hairun, Sultan Agung Mataram, Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Hingga Pattimura, katanya bernama Thomas Mattulessy, tapi ternyata bernama Ahmad Lussy. Pertempuran intelektual dengan hindia-belanda pada era berikutnya juga dipimpin oleh HOS Cokroaminoto, Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, dan Murid KH Soleh Darat, RA Kartini. Pertempuran melawan KNIL, pribumi didikan belanda, NICA, dan pasukan sekutu lebih mengenal Hizbullah yang diburamkan sejarahnya oleh rezim pembangunan yang terhormat, atau pahlawan-pahlawan nahdiyyin dari GP Anshar, hingga para pejuang arek-arek Surabaya yang dipimpin gelora takbir Bung Tomo. 

   Teks proklamasi, pertanda independensi ditandatangani seseorang bernama Soekarno, murid dari HOS Cokroaminoto, dan orang lain yang bernama “muhammad”. Dicetuskan oleh Soekarni, yang bersepakat dengan seseorang bernama “ahmad” di sebuah laboratorium. Sang saka di jahit seorang wanita bernama “fatmawati”, dan rel kereta dijaga para alumni Hizbullah yang  tergabung dalam PETA. Beruntung ada seseorang bernama AA Maramis, jadi kemerdakaan Indonesia tidak homogen dan menyalahi etika Bhinneka Tunggal Ika yang tercetus kemudian. Dengan segala hormat, para patriot mempersilahkan negara ini berlandaskan nasionalisme, dengan menjunjung tinggi moral ketuhanan, penghapusan tujuh kata menjadi bukti sejarah, islam menghormati, serta bertoleransi. Seandainya sila pertama masih tetap ketuhanan yang maha esa serta kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya, mungkin Erdogan akan lahir di Indonesia, mungkin Rohingya akan menjadi Provinsi ke 35 kita, dan mungkin, Israel akan menjadi negara terpisah di belahan bumi. Hanya tuhan yang tahu.

   Dunia ini bercerita, dan terus bercerita, terus berjalan, ketika para patriot diubah menjadi para pecundang. Bagaimana LB Moerdani membabat para penduduk Priok karena ada tentara yang menumpahkan air comberan secara sengaja kedalam masjid. Bagaimana Separatis RMS dan OPM, berkeliaran menganggu keutuhan NKRI dan dengan bebas membantai manusia di Poso, Ambon, dan Pegunungan Timika, mereka membantai, tapi mereka “membela diri”, kata para ahli hukum. Sedangakn GAM, yang terang mempertahankan harga diri Aceh yang di injak-injak oleh rezim pembangunan dengan Daerah Operasi Militer, diperlakukan sebagaimana penjahat diberlakukan. Bahkan muslimah Aceh yang tidak ada kaitannya dengan GAM, menjadi sasaran pelampiasan hasrat tentara republik ini, yang kesepian di medan pertempuran. Alangkan lucunya negeri ini.

   Jadi bukan suatu kabar menghebohkan jika sekelompok pendeta dan sekelompok fanatis menyerang sebuah ritual sholat idul fitri di negeri ini. Gaya koboi era Indonesia tidak beradab yang terus menerus disibukkan dengan konflik horizontal. Karena, mereka memang terlahir, dan sejarah mencatat, begitulah perilaku dasar mereka. saudara kami dibakar masjidnya ketika merayakan idul fitri? ya mungkin begitu juga perilaku mereka. tercatat dalam sejarah bangsa ini perusakan rumah ibadah adalah bumbu yang sangat nikmat untuk memanasi konflik horizontal. secara sederhana, negara ini tengah berada dalam kendali entitas-entitas yang membuat apa yang kami dan mereka yakini, dalam balutan bhineka tunggal ika semakin berantakan. kami meyakini pembebesan dan kebenaran yang haq, tapi kami tidak menyukai ide-ide kekerasan, bahkan nabi kami mengajarkan, dalam pertempuran jangan pernah berharap bertempur, memukul muka musuh, atau membakar rumah-rumah ibadah. itu ajaran nabi kami, itu ajaran islam.

   Kami mengimani Muhammmad SAW, dan kami akan berada di jalannya. Kami akan bersabar, dan bersabar, hingga tiba saatnya kami melawan, tiba saatnya Allah SWT menakdirkan, apa yang dikatakan Muhammad SAW saat pembebasan kota Mekkah, Umar Bin Khattab saat membebaskan Jerussalem, dan Muhammad Al-Fatih saat membebaskan Konstantinopel, terulang saat kami membebaskan bumi pertiwi, Indonesia, dari belenggu kebodohan dan penjajahan, menuju pada era keemasan, dan toleransi.

Mendoakan Saudara kami di Papua
Allah selalu bersama kalian dan Kami membersama kalian.
Wallahu 'Alam
Abdullah Azzam

No comments:

Post a Comment