Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Monday, July 20, 2015

Because They Are my Heroes





Bukan Salah Mobil Taruna
Cerita tentang motor Revo, CBR 150, hingga mobil Taruna
Kisah tentang 12 murid dari pegunungan maja sembilan, kota buaya baik
Kisah nyata, salah satu aktornya adalah penulis

Cerita berdirinya Kerajaan Hindu Majapahit masih ingat kan? Ketika Arya Wiraraja membangun sebuah dusun di tepi Sungai Brantas, ada rakyatnya yang lapar dan memakan buah maja, katanya banyak di daerah sana. Ternyata, rasanya masya Allah pahitnya, sudah seperti buah beracun. Akhirnya dinamakanlah wilayah itu maja yang pahit. Alias Majapahit. Konon katanya, cerita serupa terulang ketika kota tempat saya menulis cerita ini mau dibangun. Ketika mau berpindah ke bagian dataran atas, ditemukan sembilan pohon maja, yang letaknya berdekatan. Akhirnya, wilayah itu dinamai Mojo Songo, sembilan pohon maja. Penulis tidak akan membahasa soal maja, karena tidak bisa dimakan, bukan juga sejarah majapahit atau mojosongo, karena masih perlu dipertanyakan. Penulis akan menceritakan kisah yang turun temurun di ceritakan di sebuah padepokan pencak silat ilmiah. Kisah legendaris ya, tentang perjalanan motor revo, CBR 150 dan mobil taruna. Entah apa maksudnya, tapi ya begitulah.
Seorang pendekar datang dari jauh. Perantauan katanya. Dahulu, dia adalah salah satu murid di Padepokan Akhir yang Baik, sebuah padepokan ternama di kaki gunung Air Remai. Konon katanya padepokan itu menghasilkan pendekar handal dan gagah luar biasa. Disayang kawan disegani lawan. Pendekar ini, konon katanya harus pindah dari padepokan itu, karena melanggar salah satu dari 7 dosa besar manusia. Berani mendekati putri danau toba dengan cara yang tidak halal katanya, tetapi, namanya juga anak muda. Ingin coba-coba, menyesal akhirnya. Saat sang pendekar memasuki padepokan baru, dia mengerenyitkan alis, apa-apaan padepokan kecil begini. Kata dia. Cuma seperlemparan batu, dari gerbang sampai gudang belakang. Tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan padepokan dia yang lama, tapi, pendekar ini tidak punya pilihan, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, dan melanjutkan menimba ilmu, ilmu apapun yang bermanfaat. Agar bisa menjadi pendekar ulung.
Hari dia pindah menjadi hari yang mencengangkan, bahkan bagi pendekar itu. Bertemu kembali dengan pendekar keriting, yang dulu pernah satu kamar ketika di padepokan akhir yang baik. Dulu, mereka berdua sering berkelahi, dan sekarang bertemu lagi. Bertemu juga dengan putri batik, yang menyambutnya dengan cengiran kuda liar, dan berkata, kalau murid padepokan akhir yang baik dianggap sebagai murid superior disini. Dua teman lama seperguruan, bertemu kembali di padepokan kecil ini. Namanya padepokan cahaya hidayah, kata sebuah papan nama. Lucu sekali, cahaya hidayah. Karena setahu pendekar ini, hidayah tidak memiliki sifat material cahaya.
Ketika itu, sekelebat-sekelebat dia bertemu dengan suhu-suhu di padepokan itu. Bahkan ketika wawancara dia bertemu dengan suhu macan, panguasa jurus auman macan, pengelola cabang ilmu teknik komputer dan penyadapan. Orang yang luar biasa, kata pendekar ini. Pendekar ini mengalihkan pandangannya ke deretan kendaraan para suhu. Tidak ada motor mewah, apalagi mobil. Masih terdapat jejeran motor revo, motor 13 juta-an. Berbeda dengan padepokan lamanya, yang suhu-suhu disana ada yang memiliki vixion, bahkan mobil pribadi. Benar-benar berbeda, kata dia. Seolah terlempar ke dunia yang asing, pendekar ini menutup matanya, mengambil tekan untuk pembalasan dendam dan pembuktian. Dengan mengambil gelar pendekar kebo, dia berniat, untuk menanduk seluruh musuh, dan menjadi yang terkuat.
Rencananya sih mau begitu, tapi ya namanya bukan cerita pahlawan. Haha, bisa dilupakan pemaparan diatas tadi. Ini murni cerita bagaimana suhu-suhu luar biasa membangun para pendekar-pendekar hebat, yang mungkin beberapa ada di sekitar kita. Beberapa ada yang membersamai kita di lingkungan-lingkungan kita sekarang. Beberapa ada yang berjuang membuat agenda ini juga di institut pertanian bogor. Mereka semua, merasakan nikmatnya dibina, nikmatnya diperbaiki oleh suhu-suhu di tempat sederhana itu. Tempat kecil, sangat kecil. Seperti yang kami ceritakan di cerita dongen pembuka tadi.
Cerita pertama adalah suhu tertua di padepokan itu. Suhu yang sangat kami, murid-muridnya hormati, suhu bersahaja, bahkan dari sejak 14 tahun yang lalu, kami semua masih ingat motor beliau masih honda astrea 700. Saking bersahajanya, saat ini kami mendengar beliau memperoleh sertifikasi suhu, kalau di indonesia namanya sertifikasi guru, beliau bingung, mau diapakan uang sebesar hampir 5 juta mata uang kami. Tutur kata yang sangat lembut, budi pekerti halus, merupakan ciri khas dari suhu tertua kami. Kami, murid-muridnya hanya tertawa renyah, mengingat nostalgia masa lalu, iya, tatapan hangat beliau dan kebersahajaan beliau, serta akhlak dan tutur kata, cukup membina kami. Kami tidak pernah duduk cukup lama, kami tidak pernah bercakap sampai tengah malam dengan beliau, tetapi semua itu menjadi cerita indah dengan suhu tertua kami. Sekaligus beliau-lah yang menjadi pemimpin di padepokan ini.
Kami pernah memiliki cerita menarik, terutama kami yang berada di kelas pendekar sosial. Kami memiliki kebiasaan tidur di kelas, bahkan ada seorang rekan yang mampu tidur dari awal kelas hingga saat kami kembali ke peraduan. Kami tidak pernah memperoleh suhu-suhu luar biasa, dalam pandangan kami. Bahkan beberapa suhu yang mengajar kami, menyerah, beberapa menangis, beberapa keluar tanpa ada solusi, untuk menjinakkan kami. Ya begitulah, hingga di suatu siang, di awal waktu kelas, kami masih asyik tertidur di pulau-pulau mimpi. Terdengar salam yang sangat bersahaja, sangat khas, dan membuat pulau-pulau mimpi yang indah itu buyar seketika. Masya Allah, ternyata suhu tertua di padepokan kami memasuki kelas kami, dengan senyum yang khas. Kami tekaget-kaget, ada apa gerangan? Sangat tidak mungkin beliau mau berkunjung di kelas terburuk di padepokan ini. Dengan ramah beliau mengajak kami bangun, kami yang terkaget merasa tidak enak, membenahi seragam padepokan, bersiap memulai kelas, beberapa dengan mata berkunang, beberapa dengan liur menetes. Dengan lembut pengajaran dari beliau mengalir, tenang dan sejuk, dan merubah wajah kelas kami, di mata kami sendiri, dan di mata beliau.
Di waktu yang lain, suhu kami pernah bertandang tanpa alasan ke kelas kami, bukan karena ada kelas, hanya ingin menengok kelas kami. Konon katanya, kelas kami masih di cap buruk oleh suhu-suhu lain. Beliau datang untuk memastikan, untuk mendengar cerita. Dan seperti yang kami duga, hanya beliau lah yang masih memandang kelas kami yang parah ini sebagai kelas yang masih memiliki harapan. Mereka itu anak-anak baik kok mas dan mbak sekalian. Begitu kata beliau kepad suhu-suhu lain yang lebih muda. Ah, kenangan indah, padahal tanpa beliau bela, kami sudah sadar siapa kami, dan seperti apa kami. Tetapi, ketika dibela, memang terasa ada manis-manis nya gitu. Begitulah beberapa cerita tentang keteladanan, akhlak, dan kepercayaan. Yang membuat kami, para preman padepokan masih menaruh penghormatan yang sangat besar dimanapun kami berada. Luar biasa.
Cerita berlanjut ke seorang suhu muda, memiliki pengetahuan luas tentang hukum dan sejarah. Beliau menguasai jurus tatapan kematian, dengan sekali pandangm, rontok semua kebohongan dan keberanian. Sebenarnya ada suhu yang lebih hebat lagi, penguasa tatapan mata hipnosis. Bisa membuat orang melakukan apa yang belia perintahkan. Tapi, suhu yang satu ini kurang dekat dengan kami. Jadi cukuplah suhu yang satu ini, sang master sejarah dan hukum. Pertemuan kami diawali di kelas sejarah, kami tidak pernah menduga bahwa sejarah akan menjadi sangat menarik, terutama jika sejarah tersebut dimurnikan, sesuai fakta dan realita yang terjadi. Beliau membawa kami menikmati sejarah menyenangkan, sejarah yang murni.
Siapa yang tahu kalau racun cair bisa dijaga kadar racunnya saat digabung dengan api, seperti teknologi panah api beracun Ternate?. Siapa yang menduga kalau ada orang bernama Kurtgolu Hizir Rais dalam jihad Aceh melawan Belanda kafe’?. Siapa yang menduga kalau Santa Maria, Pinta dan Nina serta sebagian Galley dan Galleon milik eropa tak lebih dari kapal klutuk di pasar malam kalau diadu dengan Jung Java yang memiliki luas selapangan bola? Siapa pula yang mengira kalau Aceh memperoleh bantuan meriam Turki dari segenggam lada?. Menakjubkan! Sangat menakjubkan, beberapa dari kami adalah dewa ilmu sosial, tapi tetap tercengang dengan pemaparan itu. Apakah ada yang perlu dipertanyakan dari suhu ini? Menurut kami, tidak. Beliau-lah yang memberikan fakta, dan memberikan cerita serta inspirasi.
Inspirasi diawali dengan adanya kegiatan bimbingan khusus dengan suhu-suhu dalam kelompok kecil, di padepokan kami. Nama nya adalah halaqah, melingkar. Bukan teknik beladiri atau teknik pertempuran yang kami pelajari, tapi kami mempelajari apa itu hakikat hidup. Beberapa dari kami telah merasakan pada padepokan-padepokan sebelumnya, tapi kami merasa, ini berbeda, tentu saja, karena pertama-tama, suhu berwawasan luas itulah yang membersamai kami. Dengan sajian khas, hidangan istemawa kampung, kami dibawa mengkaji cerita melayu yang lebih agung dari hikayat Tuah-Jebat. Membawa buku-buku lama Babad Tanah Jawi, mengenal kembali kegagahan Hairun dan Baabullah, serta pendekar muslim legendari, Kapitan Pattimura, maaf, salah nama. Mat Lessi, muslim ambon penghancur Belanda. Indah bukan? Indah, sangat indah.
Suatu ketika kami pernah diajak duduk di sebuah stasiun, stasiun paling egaliter kata beliau. Tidak pernah membiarkan kereta eksekutif menaikkan atau menurunkan penumpang, khusus untuk kereta rakyat saja. Beliau menceritakan tentang kota tempat kami bertempur. Kota dengan sejarah panjang yang tidak cukup dibahas hanya dengan ditemani segelas kopi hitam dan pisang goreng. Kami beriringan mengendarai sepeda motor, beberapa dari kami yang pernah merasakan metode ini tercengang, halaqah macam apa yang duduk-duduk di stasiun sambil minum kopi?. Beliau hanya tersenyum, berarti belum lengkap itu apa yang kamu alami, masyarakatmu tidak akan selesai kalau kamu bahas hanya di rumah kecil guru-guru mu, begitu kata beliau. Menginspirasi.
Suatu pagi buta, kami pendekar penghuni asrama juga dibuat takjub ketika sembahyang pagi. Melihat teman-teman lain yang pernah diragukan sembahyang pagi-nya hadir dalam majelis kami di masjid dekat asrama. Segera kami temukan jawaban dengan melihat beliau, tengah berdiri di dekat tiang dan hadir menyalami kami. Ayo halaqah lagi. Kaget, melingkar di pagi buta? Beberapa dari kami ada yang memakai kaos, beberapa dari kami ada yang belum menggosok gigi, tapi bagaimanapun, kami tetap melingkar, berbagi cerita. Dan hal itu kami lanjutkan, terus, hingga menembus batas kota dan kabupaten, pernah kami melakukan sholat shubuh di kota sebelah dan berangkat jam 3 pagi untuk melingkar!. Militansi, dan solidaritas, luar biasa.
Dan cerita indah terus berlanjut, hingga kami mendekati akhir tahun kami di padepokan. Beberapa dari kami memperoleh peringkat terbaik dengan nilai nyaris sempurna, beberapa dari kami hanya tersenyum, nyaris masuk perangkap remidial, beberapa terkutuk dalam kubangan remidial. Kami juga paham, saatnya kami berganti suhu. Sebuah cerita indah ada kalanya harus diakhiri, dan tepat di tahun terakhir kami, kami berganti menuju suhu yang lain. Dengan senyum kami bertemu, dan dengan senyum pula kami berpisah. Kami bertemu dengan suhu, yang memiliki kekuatan luar biasa, untuk membangkitkan semangat orang, dan melogika. Beliau betul-betul menguasai beladiri sejati, thifan pokhan peringkat 3 B waktu itu. Mengerikan.beliaulah suhu baru kami.
Dengan senyum yang khas beliau menyalami kami, saat itu malam, sebagaimana kami biasa membentuk lingkaran. Beliau mengatakan, apa tujuan kamu untuk islam?. Sebuah pertanyaan menyentak, tidak pernah sekalipun di kelas diangkat tema seberat itu, untuk apa kamu berjuang? Apa yang bisa kamu berikan pada dunia? Apa yang bisa kamu berikan untuk islam?. Beberapa dari kami menjawab dengan mantap, saya ingin islam kaya, saya ingin islam cerdas, saya ingin menjadi pemimpin islam. Beberapa masih ragu, beberapa bungkam, beberapa hanya tersenyum saja. Sentakan luar biasa untuk sebuah pertemuan perdana, sentakan yang membakar semangat, seolah mengatakan, islam membutuhkanmu!. Begitu kata beliau.
Suatu ketika negara ini heboh dengan berita bakal mahalnya harga bahan bakar minyak. Kami hanya tersenyum kecut, yah inilah negara lemah yang kami tinggali. Suatu pagi yang suram, setelah harga bahan bakar naik, kami melihat suhu kami hadir dengan sebuah motor besar, Honda CBR 250! Yang bahan bakar terbaiknya adalah minyak biru yang harganya lebih dari 9000 mata uang kami, kami tercengan. Suhu, anda lagi sakit kepala atau bagaimana? Bahan bakar naik anda malah memakai motor semacam itu? Bukannya rumah anda ada di sisi lain kota dan cukup jauh? Anda sudah kaya ya? Begitu sahut kami, tidak bisa diterima logika memang. Dengan tersenyum dan setengah tertawa beliau menjawab. Tuhan akan menjawab orang yang bersyukur, saya mensyukuri naiknya harga minyak, dan inilah bentuk rasa syukur saya, karena saya tidak mau berkeluh kesah atas naiknya harga minyak, saya memilih memakai kendaraan ini, yang sudah jelas minyaknya mahal. Tercengan, kami tertawa lepas, ada juga logika demikian, kata kami. Tahukan kawan, logika itu, betul adanya, terbukti setelah kami mencicipi dunia, dunia sadis tanpa logika ini.
Saat yang lain, kami resah karena alat komunikasi yang kami sembunyikan telah diincar para suhu ketika bulan kedisiplinan. Dengan terburu kami menyembunyikan alat komunikasi kami, majalah, manga, dan buku-buku hiburan kami sembunyikan. Sayang kalai dirampas, begitu kata kami. Hingga suatu saat, di sore yang cerah kami bertemu dengan beliau, suhu kami. Beliau membawa tas plastik hitam, yang kami sudah mafhum, isinya adalah alat komunikasi. Ketika kami mengobrol, beliau memasukan alat komunikasi beliau kedalam tas plastik itu, dan berkata, saya akan coba hidup tanpa alat komunikasi ini. Kami hanya tersenyum, tidak mungkin kata kami. Hingga tiga hari kemudian kami bertemu beliau lagi, suhu, alat komunikasi suhu kemana? Beliau menjawab, ah masih di tas plastik, sampai lupa saya. Sudah 3 hari ya? Haha. Melongo kami, lebih kaget lagi, dan hanya bisa bertanya, mengapa? Beliau menjawab, saya tidak mau lebih bergantung pada apapun selain tuhan. Jawaban sederhana, sekaligus lucu, dan menggetarkan.
Tahukan kawan, cerita orang-orang hebat itu tidak akan bisa kamu rangkum dalam 10 atau 5 lembar, itu adalah cerita yang panjang dengan beragam kisah kisah berhikmah yang tidak terhitung banyaknya. Tahukan kawan, padepokan kami memiliki puluhan suhu dengan hati yang mulia, dan tahukah kawan? Cerita-cerita itu tidak akan berakhir hanya setelah kami berpisah dengan beliau-beliau yang kami hormati. Tahukah kawan? Bahkan sampai detik ini cerita itu masih berlanjut, bukan dengan kami, tetapi dengan pemain yang lain. Tahukan kawan, kami juga menjadi seperti sekarang, entah apa anggapannya, beberapa menganggap kami pahlawan, beberaapa menganggap kami orang cerdas, dan kami sadar, semua memori itulah yang membentuk kami.
Beberapa dari kami sekarang ada yang mengkaji sangat dalam ilmu agama. Dengan berbekal hafalan al-quran dan bahasa arab terbatas, nekat memasuki sebuah perguruan tinggi yang memiliki standar ketat untuk bahasa dan qur’an. Anehnya, mereka diterima, bahkan saat ini memiliki hafalan qur’an yang jauh lebih banyak dari kami, dan tentu saja, pemahaman agama yang mendalam, tidak dangkal.
Beberapa dari kami ada yang berkarir di bidang politik mahasiswa. Menjadi ketua BEM pada tahun pertama di sebuah perguruan tinggi pecinta pohon dan padi. Menjadi anggota dari 4 atau 5 lembaga politik mahasiswa, bahkan beberapa ada yang bergabung dengan mereka yang kami sebut golongan kiri, turun ke jalan, meneriakkan suara rakyat. Berdebat mencari kejelasan fakta dan logika. Bertarung, demi kemaslahatan ummat dan ideologi, serta kebenaran yang kami yakini.
Beberapa menjadi penghuni masjid, meneriakkan syi’ar islam. Membela islam dengan al-qur’an dan kajian. Menjadi para pemimpin lingkaran-lingkaran ilmu, para ahli kecerdasan, para pendakwah dengan apa-apa yang mereka bawa. Mereka bahagia ketika orang bersyahadat, ketika orang mengaji, dan ketika orang bertakbir.
Beberapa menjadi para bayangan dalam dunia kegelapan. Tidak menunjukkan identitas mereka, berbaur, menjadi satu, mempengaruhi, menghasut, para aktor dibalik layar tanpa nama. Beberapa membawa identitas akademik, beberapa menjadi pedagang, beberapa menjadi penulis, mereka tidak terlihat. Tapi mereka menggeliat, dengan satu jiwa dan satu seruan, islam dan ideologi yang kami yakini kebenarannya.
Kami saat ini, ada karena apa yang membentuk kami dahulu. Dan tahukan kawan? Kami saat ini, ada untuk dunia, karena kami dilahirkan kembali oleh para suhu kami di padepokan kami tercinta. Karena perjuangan ini masih sangat panjang, mungkin cukuplah, Mobil Taruna mungkin sudah menggantikan Motor Revo, tetapi, hati ini, masih hati yang sama dengan hati yang membersamai Motor Revo dahulu, ataupun Segway yang akan kami nikmati nanti.
Fin.



No comments:

Post a Comment