Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Friday, December 5, 2014

When an Angel Broke His Wings

"malaikat itu suci, mengabdi pada sang Tunggal, Tuhan Yang Maha Agung. menjaga Petala langit, bernaung di pundak kiri kanan tiap manusia, membidikkan panah-panah cahaya pada iblis yang kotor, penasaran terhadap berita tuhan, memangku bumi, menjaga perdamaian. hanya adakah mereka di muka bumi dalam wujud yang kita lihat?"
"anonim"

yah, udah lama banget ane nggak pernh direct writing di blog ane, bener-bener lama deh kayaknya. seringkali malah tugas kuliah ane upload kesini, bener-bener aneh ya. hehe. tapi apapun itu, inilah ane, hehe. orang yang mungkin bisa dibilang aneh ya. well, banyak yang bilang "fello, potensi mu sangat besar, kenapa tidak kamu manfaatkan?""fello, kenapa selama ini kamu diem aja? kemana aja kamu?""fello, kamu bla..bla..bla..bla". yah mungkin hari ini puncak dari rasa jenuh ane, kenapa jenuh ya? ngga tau. jujur ane ngga tau kenapa. ada yang kurang, bener-bener kurang, seperti seorang malaikat yang kehilangan sayap, ya tapi ane tau kok, ane cuman hewan kotor yang bernama manusia. haha. hemm, bukan, bukan gara-gara asmara. apa banget gara gara asmara ampe galau begini. emang ane pemain sinetron atau bagaimana -_-. asmara dan jodoh ane yakinin cuman urusan waktu aja, meskipun lingkungan ane di kelas bilang ane kudu cepet2 lepas dari masa single, itu ngga mungkin.. ane ngga mau menyalahi pilihan-Nya. pokoknya bukan asmara lah, titik. jangan samain ama mas-mas ane di kampus yang galau karena masih ngejones padahal udah berumur kepala 3 atau 2 ya. bukan asmara, ini akumulasi rasa jenuh yang bahkan ane pun ngga ngerti kenapa bisa begini.

hyuh, maaf curhatnya parah banget, ahh, tapi serius, ini bener-bener nyebelin. rasanya kayak kamu itu terkurung dalam sangkar emas, bener-bener sangkar emas -_-, kamu seolah-olah menjadi tumpuan harapan banyak orang, tapi entah kenapa, rasanya yang macem itu malah mengkungkung kamu, kamu yang merupakan seekor elang terkurung dalam sangkar sempit yang disebut paradigma dan harapan kelas teri, yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan pun tuhan sudah merencanakan bahwa yang begitu akan segera kita lewati, sangkar emas yang sangat kerdil yang bahkan tidak akan sanggup menahan badai beracun yang mendekat dengan cepat dan pasti, sangkar emas yang buat sebahagian orang itu sudah cukup, itu terlalu besar, itu tidak adil, tidak relevan dan suara sumbang lain. seolah mereka menganggap mengangkangi sangkar emas itu cukup buat mereka, padahal di belahan dunia lain,sangkar emas yang lain telah berwarna pekat oleh darah perjuangan mulia, membuat persiapan besar untuk menghadapi badai beracun, memperkokoh fondasi akademik, filosofik, hingga militeristik mereka, padahal mereka berada di zona tanpa roti, zona tanpa air, zona dengan fondasi sekuler di bawah sangkar-sangkar emas mereka. lantas apakah sangkar emas ini merupakan sangkar emas yang penguninya adalah mereka-mereka itu? tentu tidak. sangkar ini, penghuni sangkar ini, yang berada diatas telah melangkah jauh, jauh dan mempersiapkan diri mereka, melakukan manuver-manuver mengerikan yang mempertaruhkan nyawa demi memperjuangkan ketahanan sangkar emas ini, bahkan ada yang telah menumbalkan nyawa, kenikmatan hidup, hingga ranjang empuk mereka dengan ranjang tanpa kebebasan. lantas apakah mereka yang berada di bawah juga seluruhnya demikian? sibuk memikirkan hal-hal kecil tidak berguna? tentu tidak, mereka bahkan ada yang berhasil menelurkan generasi mulia, bukan sampah. memperjuangkan nasib mereka yang terkutung dalam sangkar besi berbau busuk bernama kemiskinan, dan lain-laing.

itulah sangkar ems itu, sangkar emas yang indah dan kuat, sangkar yang fondasi hingga interiornya merupakan kreasi dari sang tunggal. tetapi, kenapa? kenapa seolah sangkar itu hanya segitu saja? padahal ada masa dimana badai beracun yang mengancam ini dahulu hanya seperti kentut kuda saja, kuat, busuk, tapi tidak membunuh, dahulu, ketika mereka membesarkan diri, penghuni sangkar ini memandang sesuatu yang lebih luas dari sangkar ini, jauh lebih luas, bahwa sang tunggal menjanjikan sangkar emas ini akan menembus petala langit, berkarya mereka mewujudkan visi ini, mewujudkan visi sangkar emas penembus petala langit. ada penghuni yang memperkokoh akademis mereka, menjadi ahli 7 bahasa, menjadi orator, menjadi para cendekia perumus kitab utama berbangsa. ada yang menghiasi dengan darah dan bubuk mesiu. gentarkan serdadu busuk najis yang mengotori sangkar emas, dengan modal keris luk 4, atau parang kusuma, atau bahkan sebuah gerakan bela diri silat,ada yang menghiasi dengan permainan cantik berekonomi, menguasai perdagangan kain berukir, menghalau mata-sipit-pemakan-babi yang egois dan hedonis, kejam mengintai pertiwi, ada yang menaklukan samudra demi mempersembahkan keindahan pertiwi di gejolak lautan, menaklukan gemunung menembus langit, bukan hanya berkasih-kasih, bercinta saja di gunung milik tuhan, atau memberi makan setan dengan kepala sapi atau bunga rupa-rupa. merekalah yang dahulu menghuni sangkar ini. bervisi, berkeyakinan bahwa suatu saat, sangkar emas ini akan tegak dengan fondasi darah, ilmu, dan harta.

kenapa aku merasa jenuh? kenapa aku menulis ini? kenapa aku mengkerdilkan diri ku sendiri?
sederhana, mereka yang dahulu memperindah sangkar ini tidak pernah meminta untuk dijadikan pahlawan. mereka hanya melakukan yang terbaik dari apa yang bisa mereka lakukan untuk sangkar ini, sangkar mulia ciptaan tuhan, yang hakikatnya menutupi seluruh petala langit, menendang dengan mudah badai beracun. inilah alasannya aku menkerdilkan diriku, menhindar dari hiruk pikuk pesta pora penghuni sangkar dengan segala kebanggaan mereka. seolah sangkar ini, dan puncak dari sangkar ini adalah tujuan semuanya. dengan dalih "akhirat itu disana" mereka takut memperbesar sangkar ini, sibuk dengan hal-hal linear yang membosankan tanpa melakukan sesuatu yang lebih. apakah mereka tida tahu apa yang harus mereka lakukan? mereka tahu, snagat tahu, bahkan penghuni atas sangkar ini berulang kali menegaskan hal itu.  tetapi kenapa? kenapa mereka tidak melakukan hal itu? sederhana, mereka tidak mau. bagi mereka lebih nyaman berjalan tanpa arah, dengan tujuan duniawi yang tidak terukur, tanpa ada usaha untuk menentukan pijakan, meskipun pegangan mereka, buku seuci pegangan mereka merupakan petunjuk hakiki yang menjelaskan bahwa dalam kehidupan di sangkan pun perlu langkah? lantas kenapa kau membuang potensi mu? mematahkan sayapmu? aku memang mengkerdilakan diriku, tapi tidak mematahkan sayapku, aku membuat diriku kecil, seolah-olah penghuni sangkar lemah tidak berguna, yah, aku menyadari, bahwa tidak ada yang juat selain tuhan yang agung, itu keyakinanku. maka, apalah artinya? merasa besar dalam sangkar yang kerdil? padahal kita diberikan kesempatan oleh tuhan untuk memperbesar sangkar ini dengan cara elegan yang tidak terbayangkan?

Tuhan Telah Menkdirkan, Sayap Malaikat Tidak Akan Patah Sebelum Di Kehendakinya. Sedangkan Manusia Diberi Pilihan Untuk Menumbuhkan Atau Mematahkan Sayap Mereka. Tuhan Hanya Menanti Mereka, Menyambut Bagi Mereka Yang Menerbangkan Sayapnya Hingga Menemui Tuhan. Maka Mana Yang Kamu Pilih? Aku Memilih, Waktu Untuk Mengembangkan Sayapku,, Dimulai Detik Ini.

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.


-Anonim

No comments:

Post a Comment