Gerai Inspirasi

ekonomika politika romantika

Saturday, December 12, 2015

Kakurenbo #4


Pertama kalinya aku merasa aneh saat kembali ke rumahku, relung tergelap dalam kehidupan tempat aku berlari tidak lagi segelap dulu. Aku duduk, termenung diruang televisi, menyaksikan tayangan yang tidak aku nikmati sama sekali. Jantung-ku  berdetak tak beraturan, seperti masa 5 tahun yang lalu, ah, masa itu. Aku masih mendengar guyuran air di kamar mandiku, sudah 15 menit, gumamku. Selama apa dia akan mandi disana. Aku masih terbayang betapa jeleknya muka ku ketika gadis ini memegang ujung jaket-ku dan mampir ke toko ikan milik keluarga Hanekawa. Aku melihat Tora dan Ayah-nya melongo ketika aku memesan porsi makanan lebih dan meminjam pakaian perempuan milik ibu dan adik perempuan Tora. 

Paling mengesalkan, ketika tora merangkul pundak-ku dan berkata :
“aku tidak tahu seberapa mengenaskan kisah cintamu, tapi aku rasa, semua akan berakhir malam ini”, kata tora sambil melirik gadis itu nakal, kemudian mencolak pinggang ku

Aku tidak bisa berkata apa-apa kecuali memamerkan muka memerah ku, membiarkan kucing aneh itu mengeong keras, melihat wajah Pak Misaki dan Bu Hanekawa tersenyum simpul, dan gadis itu yang menatap dengan wajah polosnya.

“arigato gozaimas, ano, ima sugu kaerimasu (terima kasih, maaf, aku akan segara pulang)”
“haiii kuro-san! Ganbatte, ano, hayai janai onegai, omae wa otoko desu! (baik mas Kuro!, semangat, anu, jangan cepat-cepat ya. Karena kamu cowok)” Perkataan yang membuat wajahku makin memerah dan kuping ku panas, aku segera mempercepat langkah, tapi, tanpa kusadar, ada sesuatu yang memegang tangan-ku.

“nee, ahmad, kalau kamu secepat itu, aku tidak bisa memegang ujung jaketmu dengan benar, kalau ahmad mau berjalan secepat itu, genggam saja tangan ku”

Hidungku ikut memanas “tangannya halus..” gumamku, namun aku segera teringat, ini tidak boleh. “ah maaf.. aku minta maaf, aku tidak bisa mengenggam tangan mu. Aku tidak diijinkan memegang tangan mu untuk saat ini..” aku melepaskan tangan ku, dan memperpelan langkahku. Aku membiarkan dia memegang ujung jaketku seperti tadi, berjalan pelan, sambil aku terus bertanya-tanya, ada apa sebenarnya, apa yang tengah terjadi? Apa yang tuhan rencakan untukku?.

Musim panas ini sangat berbeda, aku semakin ingin memakai jaket-jaket tebal yang menyembunyikan diri dan identitas-ku. Namun sepertinya, jaket ini pun tidak cukup. Dia yang sedang mandi di kamar mandi ku tahu siapa diriku, padahal aku yakin, dia baru pertama kali ini aku temui. Baju yang dia gunakan juga tidak familiar digunakan di Asakusa, maka aku yakin, dia tidak pernah bertemu dengan-ku. Terdengar pintu kamar mandi terbuka, dan aku melihat dia, seperti peri yang baru keluar dari pemandian legendaris di cerita rakyat negaraku. Ternyata dia sangat cantik, ketika pakaian dan wajah lusuh-nya dibersihkan, aku benar-benar terpana. Meskipun aku sangat suka menyendiri, aku tetap-lah laki-laki yang menyukai perempuan.

“nee ahmad, kenapa lampu ruang ini kamu matikan? Tidak baik kan menonton televisi dalam ruangan gelap” kata perempuan itu sambil menyalakan lampu ruang televisi-ku. Kemudian dia mengambil cangkir yang belum aku cuci di buffet ku, “cukup bersih juga rumah mu ini ahmad, aku tidak menyangka.. “ katanya sambil mencuci gelas itu, dan mengambil segelas air, kemudian duduk di hadapan ku, aku berpaling.

“sudah kuduga, aku tepat memilih mu, kamu tidak akan menyakiti-ku. Aku sepertinya tahu siapa dirimu, apakah kamu memiliki yukata dan kain segi empat yang lebar?” katanya. Sambil mengangguk aku mengambil yukata dan sebuah taplak meja buatan turki yang dibelikan ibu, kemudian menyerahkan kepadanya. Dia memakai yukata, kemudia memasang taplak meja itu dengan cukup rapi di kepalanya, yukata ku yang terlalu besar untuknya sama sekali tidak menunjukkan lekuk-lekuk tubuhnya, “lebih nyaman berbicara kan kalau aku seperti ini?”.

Aku tidak bisa berkata-kata, dia sangat cantik, taplak meja itu dia gunakan seperti kerudung yang mentup belahan yukata yang dia gunakan. Aku semakin tidak mengerti dengan-nya, mengapa dia bisa mengetahui identitas-ku, mengapa dia bisa mengetahui nama-ku, mengapa dia memilihku? Siapa sebenarnya wanita ini?!.

“baiklah ahmad, silahkan kau bertanya kepadaku, apapun yang kau mau”
Dia menatap ku, tepat pada bola mata yang seolah dia sedang menyelami diriku dan apa yang aku miliki. Aku terkesiap, aku sama sekali tidak menduga, kehidupan yang selama ini aku kunci rapat dalam kepekatan memori, hancur begitu saja, karena kehadiran dia, seorang wanita yang penuh misteri.


-continued

No comments:

Post a Comment